Wednesday 5 September 2012

KISAH NYATA - 7 KALI NAIK HAJI TAK DAPAT LIHAT KA'ABAH



 

Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan

nama sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang

kelima..Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang



dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu secara material,

mereka memang berkewajiban menunaikan ibadah Haji. Segala

kelengkapan sudah disiapkan.



Ibu anak-anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci. Keadaan keduanya sihat

walafiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan
thawaf dengan hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta

Alam. "Labaik Allahuma labaik, aku datang memenuhi seruanMu ya Allah".

Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, "Ummi undzur ila Ka'bah (Bu,
lihatlah Ka'bah)." Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi
berwarna hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi dia
terdiam. Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh

anaknya....

Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut wajah
ibunya. Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak
mengerti mengapa ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan. beberapa kali ia

mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampak hanyalah kegelapan.

Padahal, tak ada masalah dengan kesihatan matanya. Beberapa minit yang lalu

dia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki Masjidil Haram

segalanya menjadi gelap gulita. Tujuh kali Haji Anak yang sholeh itu bersimpuh

di hadapan Allah. Ia shalat memohon ampunan-Nya. Hati Hasan begitu sedih.

Siapapun yang datang ke Baitulah, mengharap rahmatNYA.Terasa hampa menjadi

tamu Allah, tanpa menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya

dan juga rahmat-Nya.

Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang
sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugerah-Nya, dengan menatap

Ka'bah, kelak. Anak yang soleh itu berniat akan kembali
membawa ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya.

Tahun berikutnya kejadian serupa terulang lagi. Ibunya kembali
dibutakan didekat Ka'bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan

symbol persatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak dapat melihat Ka'bah.

Hasan tidak patah arang. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun berikutnya.

Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka'bah. Setiap berada di Masjidil

Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan gelap.

Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu
berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.Hasan tak habis
fikir, dia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka'bah..

Padahal, setiap kali berada jauh dari Ka'bah, penglihatannya selalu normal. Dia

bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab dari A

llah SWT ?. Apa yang telah diperlakukan ibunya, sehingga mendapat musibah

seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya.. Akhirnya diputuskannya

untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya.

Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal
kerana kesohlehannya dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat). Tanpa
kesulitan bererti, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud. Ia
pun mengutarakan masalah kepada ulama yang soleh ini. Ulama itu
mendengarkan dengan saksama, kemudian meminta agar Ibu Hasan perlu
menelefonnya.Anak yang berbakti ini pun pulang. Setibanya di tanah
kelahirannya, dia meminta ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi
tersebut.

Beruntung, sang Ibu mau memenuhi permintaan anaknya. Ia pun menelefon ulama

itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di tanah suci. Ulama itu

kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada perbuatan

atau peristiwa yang terjadi padanya di masa lalu, sehingga ia tidak mendapat rahmat

Allah. Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang

telah dilakukannya. "Anda harus berterus-terang kepada saya, karana masalah anda

bukan masalah senang," kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian

dia meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu

tidak mendapat sebarang khabar dari Sarah.

Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah
menelefon. "Ustaz, waktu masih muda, saya bekerja sebagai jururawat
di rumah sakit," cerita Sarah akhirnya. "Oh, bagus...... Pekerjaan jururawat adalah

pekerjaan mulia," potong ulama itu.

"Tapi saya mencari wang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, tidak peduli,

apakah cara saya itu halal atau haram," ungkapnya terus terang. Ulama itu terkejut.

Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian.

"Disana......." sambung Sarah, "Saya sering kali menukar bayi, karana
tidak semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang
menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan,
dengan imbuhan wang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan
mereka.."

Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah.
"Astagfirullah......." betapa tega wanita itu menyakiti hati para ibu yang diberi

amanah Allah untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga yang

telah dirosaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah Sarah tidak tahu,

bahawa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting. Jika seorang

bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal, nasab ini sangat

menentukan dalam perkawinan, terutama dalam masalah mahram atau muhrim,

iaitu orang-orang yang tidak boleh
dinikahi."Cuma itu yang saya lakukan," ucap Sarah. "Cuma itu ?"
tanya ulama terperanjat.

"Tahukah anda bahawa perbuatan anda itu dosa yang luar biasa, betapa
banyak keluarga yang sudah anda hancurkan!". ucap ulama dengan nada
tinggi."Lalu apa lagi yang Anda kerjakan? "tanya ulama itu lagi sedikit kesal.

"Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati." "Oh bagus,

itu juga pekerjaan mulia," kata ulama. "Ya, tapi saya
memandikan orang mati karana ada kerja sama dengan tukang sihir."
"Maksudnya?" tanya ulama tidak mengerti. "Setiap saya bermaksud
menyengsarakan orang, baik membuatnya mati atau sakit, segala perkakas sihir

itu sesuai dengan syaratnya, harus dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya

tidak menguburnya di dalam tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu

ke dalam mulut orang yang mati."

"Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa, saya
memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan
lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti
terpental, tidak hendak masuk, walaupun saya sudah menekannya
dalam-dalam. Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya cuba lagi begitu

seterusnya berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan

benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan." Mendengar

pertuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu berteriak marah.

"Cuma itu yang kamu lakukan ?". "Masya Allah.....!!! Saya tidak dapat
bantu anda. Saya angkat tangan".Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui

perbuatan Sarah. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia,

apalagi dia adalah wanita, yang memiliki nurani begitu tega, begitu keji. Tidak

pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan sekeji itu.

Akhirnya ulama itu berkata, "Anda harus memohon ampun kepada Allah, kerana

hanya Dialah yang dapat mengampuni dosa Anda."

Bumi menolaknya. Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian
ulama tidak mendengar khabar selanjutnya dari Sarah. Akhirnya ia
mendapat tahu dengan menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah telah

bertaubat atas segala yang telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni

dosa Sarah, sehingga Rahmat Allah datang
kepadanya.Kerana tak juga memperoleh khabar, ulama itu menghubungi
keluarga Hasan di Mesir.

Kebetulan yang menerima telepon adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan khabar

Sarah,ternyata khabar duka yang diterima ulama itu. "Ummi sudah meninggal dua

hari setelah menelefon ustad," ujar Hasan. Ulama itu terkejut mendengar khabar

tersebut. "Bagaimana ibumu meninggal, Hasan?". tanya ulama itu.

Hasan pun akhirnya bercerita : Setelah menelefon ulama, dua hari
kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan
adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian

dimasukkan jenazah atas izin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras.

Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu berulang kembali.

Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat. Peristiwa itu

berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun penghantar jenazah

yang menyedari bahawa tanah itu kembali rapat.

Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para penghantar yang
menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh

terjadi.Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan
perbuatan si mayat. Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus-asa kerana

pekerjaan mereka tak juga selesai. Siang pun berlalu, petang menjelang, bahkan

sampai hampir maghrib, tidak ada satu pun lubang yang berhasil digali. Mereka

akhirnya pasrah, dan beranjak pulang. Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak

di hamparan tanah kering kerontang..

Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan tidak
tega meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur.
Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin. Hasan termenung di
tanah perkuburan seorang diri. Dengan izin Allah, tiba-tiba berdiri seorang

laki-laki yang berpakaian hitam panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir.

Lelaki itu tidak tampak wajahnya, kerana terhalang tutup kepalanya yang menjorok

ke depan. Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya," Biar aku

tangani jenazah ibumu, pulanglah!". kata orang itu.

Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu
akan menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur menggali lubang dan
kemudian mengebumikan ibunya. "Aku minta supaya kau jangan menengok ke

belakang, sampai tiba di rumahmu, "pesan lelaki itu. Hasan mengangguk,

kemudian ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi

pemakaman,terselit keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi

dengan jenazah ibunya.

Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan,
melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti
seluruh tubuh ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari
arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan  ketakutan. Dengan

langkah seribu, dia pun bergegas meninggalkan tempat itu. Demikian yang

diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku, bahwa separuh

wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman kerana terbakar.

Ulama itu mendengarkan dengan seksama semua cerita yang diungkapkan
Hasan. Dia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan khusyuk dan

meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang pernah
dilakukan oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada

Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu. Ulama itu

meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon ampun dengan

sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan izin Allah akan hilang.

Benar saja,tak berapa lama kemudian Hasan kembali memberitahu ulama itu,

bahawa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari

bekas kehitamannya hilang. Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama

hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia berharap, apapun perbuatan dosa

yang telah dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT.

Semoga kisah nyata dari Mesir ini bisa menjadi pelajaran bagi kita
semua.

No comments:

Post a Comment