Tuesday 31 July 2012

KAABAH/ BAITULLAH AL HARAM



Pada riwayat Ibn Abas r.s : Bahwasanya adalah bumi itu terdiri daripada air, danAllah SWT ketika akan menjadikan bumi itu, maka bertiuplah angin itu pada atas air kemudian, terjadilah buih, dan buih itu berhimpun pada Ka.batullah, kemudian buih itu menjadi sebuah benda pasau yang hijau, serta pada kejadiannya itu pada hari ahad, dan kemudian Allah SWT memerintahkan dua Malaikat untuk berbuat ibadat terlebih dahulu pada pasau itu sebelumnya dijadikan bumi itu, selama dua ribu tahun sebelumnya. Maka Allah SWT mengharapkan bumi ini daripada pasau itu sebagaimana tersebut pada kejadian bumi ini.

Bahawasanya pada yang pertama-tama kejadiannya bumi itu ialah Makkah-musyarafah, yang maha Mulia itu, dan sebab itulah ia dinamakan Umul-kuro, yang artinya Ibu sekalian negeri, dan yang pertama gunung itu ialah gunung Kaf, dan Jabal-abi qubis, dan pada Ka.bah Allah itu adalah titik sama tengahnya bumi ini.

Sabda Nabi SAW; “Adalah sama tengah bumi itu Kabah.”

Dan dari tanah itulah Allah SWT menjadikan dada Nabi Adam a.s . Maka bahwasanya pertama-pertama berada pada Kaabah Allah itu para Malaikat, dan kemudian baru dijadikan Adam a.s selama dua ribu tahun sebelumnya. Maka kemudian daripada itu para Malaikat itu yang selalu meramaikan Kaabah Allah itu dengan berbuat kepadaNya, sebelumnya Nabi-Allah Adam dijadikan, oleh Allah SWT. Setelah itu Allah SWT dengan kehendakNya untuk oleh Allah SWT. Setelah itu Allah SWT dengan kehendakNya untuk menjadikan Adam a.s di syurga. Dan kemudian Allah SWT memerintahkan untuk turun ke bumi ini, dengan segala hikmatNya, Maka turunlah/tiba Nabi Allah Adam itu di sebuah pulau Sarandip? Dan setelah kurniakan oleh Allah SWT pada suatu tingkat di syurga itu, kemudian Allah SWT berfirman: Hai Adam, berjalanlah engakau, maka pergilah berjalan sehingga sampai/tiba pada negeri Hindi/India? Setelah itu kemudian berdiamlah Nabi-Allah Adam di sana pada jangka waktu berselang lamanya, maka Nabi –Allah Adam merasa berduka-cita dan kemudian Allah SWT berfirman: Hai Adam pergilah/naiklah haji kepada Kab.bah-Allah, maka pergilah ia/Nabi Adam itu, dan setiap bekas jejak kakinya itu menjadi hutan rimba dan padang luas/gurun, sehingga tibalah beliau di Makkah serta bertemulah dengan para Malaikat, seraya Malaikat itu berkata; hai Adam, berbahagialah bagi tuan hamba, dan kami ini sudah sejauh dua ribu tahun yang lalu mengerjakan haji pada Ka.bah-Allah ini. Maka Nabi-Allah Adam berkata kepada mereka itu; Dan bagaimana pada waktu tawaf itu? Jawab Malaikat itu kami membaca tasbih sebagai berikut :

Subhanalallahi walhamdulillahi walaillahaillallahu wallahu akbar.”

Kemudian Nabi-Allah Adam bertawaflah pada Kaabah itu, serta membaca tasbih kepadaNya dan Nabi-Allah Adam mengerjakan/pergi haji setiap tahun sekali dan seterusnya samasa hidupnya itu.

Pada riwayat Ibn Abas r.a. : Ketika Allah SWT menurunkan Nabi Allah Adam ke bumi maka Allah SWT berfirman; Hai Adam buatkan sebuah rumah istanaKu, kemudian Nabi Allah Adam itu membuat Ka.bah/Baitullah haram, untuk mematuhi atas perintahNya. Kemudian setelah itu Ka.bah dibuat dengan lima buah batu bukit, pertama bukit Tursina, kedua bukit Hira. ketiga bukit Uhud, keempat bukit Judi, kelima bukit Baitulmuqadis dan pada bagian bawahnya daripada bukit Hira., kemudian setelah ketika Nabi-Allah Adam berada di syurga, maka Allah SWT menurunkan Hajar-Aswad itu yang berasal daripada jauhar didalam syuga, yang diperlihatkan kepada Nabi-Allah Adam,

Sabda Nabi SAW: “Ketika diturunkan Hajar-Aswad oleh Allah SWT dari dalam syurga, ia itu adalah sangat putih kemudian ia itu menjadi hitam oleh kerana dosa daripada manusia, dan diikuti oleh orang-orang musyrik, dan jika tidak demikian halnya, maka sembuhlah bagi orang yang berpenyakit.”



NABI IBRAHIM A.S – MEMBANGUNKAN KAABAH-ALLAH.

Pada sebuah riwayat : Adalah setelah Nabi-Allah Adam wafat, maka dibangun Kaabah itu oleh keluarga/pada anak  cucunya dan seterusnya, dan mereka berbuat ibadat/meramaikan Ka.bah itu mengerjakan ibadat kepada Allah SWT, dan sehingga pada masa Nabi Nuh a.s. Kemudian sa.at taufan Nabi Nuh a.s. itu menjadi rata bumi itu dengan air bah/serta tempat Ka.bah itu. Kemudian, Allah SWT memindahkan Hajar-Aswad ke Jabal Abi Kubis, dan berikut itu juga sebuah batu Shohroh-Baitul Muqadis, dan ketika itu bumi sudah mejadi lautan air bah sekaliannya.

Pada riwayat lainnya: Dan bahwasanya sebuah periuk/pasau yang daripada mirah itu tidak dilanda oleh air bah itu, kemudian daripada itu sekalian orang-orang yang terkena bala bencana air bah itu datang serta berdo.a di sana, kemudian setelah itu mereka/sekalian orang berbuat mengerjakan haji pada tempat Ka.bah itu yang sudah menjadi rata kembali kepada saat Nabi Ibrahim a.s untuk mensyiarkan/menjelaskan agama Allah SWT.

Pada sebuah riwayat lainnya: Ketika Nabi Ibrahim a.s dengan anaknya/Ismail berada pada tempat Kaabah-haram itu, kemudian tidak lama berselang Allah SWT memerintahkan untuk membuat Ka.bah-Allah itu, disana, maka Nabi Ibrahim berkata: Wahai Tuhanku tunjukilah tempat Ka.bah itu. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada awan yang putih itu, dan awan itu berhenti tepat pada sebuah tempat itu, kemudian Allah SWT menyerukan kepada Nabi Ibrahim membuat Ka.bah-Allah itu pada tempat bayang-bayang awan itu, untuk jangan lebih dan jangan kurang daripada tempat itu. Dan kemudian setelah itu Nabi Ibrahim memulai membuatnya apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT itu yang dibantu oleh anaknya Ismail membuatkan batu-batu/mengangkatnya kepada ayahnya itu sehingga kepada tempat rukun yamani. Maka kemudian tiba-tiba terdengar suara dari arah JabalAbi-Kubis; Hai Ibrahim, bahawasanya adalah hamba ini sesuatu barang titipan daripada Tuhanmu, dan ambil segera. Setelah mendengar suara itu lalu Nabi Ibrahim pergi ke Jabal-Abi-Kubis itu, dan mendaki ke bukitnya dan melihat di sana tak ada seseorang pun, di dalam hal itu sehingga sebanyak tiga kali berulang-ulang Nabi Ibrahim kembali ke bukit itu, dan ternyata hanya ada yang dilihat sebuah batu saja ketika itu. Kemudian Nabi Allah Ibrahim mengambil batu itu dan melatakkannya pada Kaabah Allah ialah batu Hajaral-Aswad itu yang letaknya setinggi dua hasta/satu setengah metar pada sudut Ka.bah Allah itu. Kemudian setelah selesai membangun Kaabah Allah itu maka ia/Nabi Ibrahim bekata: Wahai Tuhanku, telah selesai hamba membangun Ka.bah Allah itu. Dan kemudian Allah SWT menurunkan wahyu kepadanya untuk tempat adzan/menyerukan sekalian manusia untuk melakukan ibadah haji kepadanya. Setelah itu Nabi Ibrahim a.s berkata; Wahai Tuhanku siapakah orang yang akan menyampaikan atas seruanMu itu kepada mereka sekalian? Lalu Allah SWT berfirman: Engkau serukan saja: dan Aku yang akan menyamaikan kepada mereka sekaliannya. Maka Ibrahim ialah hingga pada Hadi safaroh suatu tempat bukit yang tinggi. Dan kemudian Nabi Ibrahim memasukkan kedua anak jarinya kepada kedua telinganya, lalu Nabi Ibrahim/mulai menyerukan sambil dengan berpaling ke kiri dan ke kanan, kedepan dan kebelakang, dengan seruannya itu yang sebagai berikut;

“Wahai sekalian manusia, bahawasanya Allah SWT telah membangun Ka.bah, maka pergilah kamu sekaliannya untuk beribadat haji kepadanya. Kemudian seruan Nabi Ibrahim itu dapat didengar oleh sekalian manusia dari masyrik hingga di maghrib. Lalu para sekalian hambaNya itu yang hidup dan yang berada pada tulang shulbi bapanya dan yang di dalam rahim ibunya seraya menjawab sebagai berikut ini;

“Ya Tuhanku aku datang kepadaMu, maka demikianlah bagi setiap orang yang pergi haji itu sudah mendapat panggilan Nabi Ibrahim a.s dan seterusnya hingga hari kiamat.

Pada riwayat lain; Bahwasanya barangsiapa yang mendapat panggilan dari Nabi Ibrahim satu kali, maka ia pergi haji satu kali, dan yang mendapat panggilan dua kali maka ia dapat pegi haji dua kali dan tiga kali dan seterusnya.

Wahab ibnu Manbah berkata; bahawasanya pada sebuah tempat/lubang pada Kaabah Allah ada terdapat lauh/papan tulisan yang sebagai berikut:

“Setiap raja mempunyai istana dan pada sekelilingnya, dan pusat Makkah itu/Kaabah rumahKu yang Aku pilih, dan pada hadits lain; Aku yang mempunyai Makkah, dan penghuninya tetanggaKu/yang dekat padaKu, yang memakmurkannya adalah memakmurkan rumahKu serta tetamuKu dan di dalam perlindunganKu dan keamananKu dan di dalam jaminanKu dan yang terdekat padaKu, Barangsiapa yang mengamankan mereka, maka telah diwajibkan keamananKu dan barang siapa menakuti mereka, maka ia telah menakut-nakuti Aku-(Al-hadits).

Sabda Nabi SAW: “Bahwasanya rumah-rumahKu di bumi adalah masjid-masjid, dan adalah yang mengunjungiKu kepadanya ialah yang mema.murkannya, maka sebaik-baik bagi seorang hamba adalah ia telah bersuci di rumahnya, kemudian ia menganjungiKu ke rumahKu, maka berkah atas yang dikunjungi/Allah dan bawasanya Ia/Allah memuliakan bagi orang yang mengunjungiNya.

Bahawasanya Kaabah itu panjangnya 24 hasta/meter lebarnya 20 hasta, tingginya 29 hasta, dan tempat tawaf/berkeliling ialah panjang kali lebarnya dari pada Ka.bah itu. Dan hikmahnya Kaabah itu untuk kiblat sekalian manusia dan jin yang berada di bumi ini. Dan hikmahnya Arasy dan Baitul makmur itu untuk kiblat para Malaikat sekaliannya. Kemudian hikmahnya tawa itu adalah Kaabah harus berada di sebelah sisi kiri, oleh kerana hati manusia itu berada pada lambung sebelah kiri, dan adalah hati orang mu.min itu instana Allah SWT.

Sabda Nabi saw: “Bagiku Hajar aswad itu tanganNya yang kanan daripada kudratNya di bumi ini.

Sekalian orang yang Arif berkata: “Mencium tangga raja/menghormati dan tangannya daripada kemuliaan dan martabat kemudian sebaik-baik ibadat itu adalah Hajar aswad tangan kanan Allah di bumi menciumnya oleh hambanNya”.

Kemudian: “Mencium tangga raja/menghormati dan tangannya sebagai sebab nasib dan martabatnya/kemuliaannya, dan kemuliaan Hajar aswad itu “tangan kanan” Allah di bumi ini.

“Dan mencium Hajar aswad itu tempat peringatan dan mengherankan daripadanya akal manusia, di sinilah diberitahukan engkau/muhammad SAW oleh quran tentang Hajar aswad itu.

FirmanNya: “Bukankah Aku adalah Tuhan kamu sekalian? Maka jawab mereka sekalian orang yang mukmin; Ya tentu. Kemudian mereka mengucapkan ikrarnya yang tersurat pada sijil dan mereka itu adalah yang bertauhid kepada Allah SWT, serta mereka yang berbahagia. Dan diletakkan sijil itu pada Hajar aswad dan bagi yang mengucapnya dapat naik saksi hingga hari kiamat.

PERINGATAN KEPADA YANG LUPA


PERINGATAN  KEPADA  YANG   LUPA  DAN  YANG   tidak  mengetahui   dan  juga yang  tidak  ingin  ambil  tahu
Awas!!!
“DAN ENGKAU AKAN MELIHAT MALAIKAT-MALAIKAT DI SEKELILING ARASY BERTASBIH SAMBIL MEMUJI TUHANNYA ; LALU DI BERI KEPUTUSAN DIANTARA MEREKA SECARA ADIL DAN DI KATAKAN SEGALA PUJI BAGI ALLAH TUHAN SELURUH ALAM”


Firman  allah:  bertanyakanlah kepada orang-orang yang lebih dahulu daripadamu membaca kitab(ahli zikir)jika kamu tidak mengetahui.
Langit yang kelima, itu dijadikan oleh Allah SWT daripada emas yang merah. Yang bernama “Rofako” dan malaikat yang menjaganya bernama “Kakail,atau “Muthothil”atau “ Sambahail” atau “Thirothil” dan mereka itu senantiasa didalam keadaan menangis kerana takut kepada Allah SWT, dan mereka senantiasa berzikir memuji kepada Allah SWT dan apabila mereka, para malaikat diperintahkan oleh Allah SWT untuk menterbalikkan dunia, dengan sebelah sayapnya, maka terbaliklah dunia ini.

Allah SWT menjadikan para malaikat daripada cahaya, dan daripada jasadnya yang sangat halus serta bukan pula laki-laki dan bukan pula perempuan dan mereka boleh berubah-ubah wajah yang beraneka dengan izin Allah SWT.  Dan ketuanya adalah “MIKAIL”.  Mereka senantiasa patuh menjalankan tugas masing-masing.  Malaikat Mikail yang selalu bersedih hati.  Dan Mikail itu ditugaskan oleh Allah SWT untuk menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan, memberi rezeki berupa buah-buahan dan sebagainya.  Semua tersebut adalah didalam tugasnya. “JANGE DERAKO KALU TOK SIR SEPIT PITU REZEKI”.

Dan sabda Rasulullah S.A.W kepada Muaz. “ Sekarang aku akan menceritakan kepada kamu sebuah kisah. Apabila engkau menghafalnya, ia akan memberi faedah yang amat berguna kepadamu. Tapi jika engkau menganggap remeh, maka kelak di hadapan Allah engkau tidak mempunyai hujah. Hai Muaz, sebelum Allah menciptakan langit dan bumi ini Allah telah menciptakan 7 malaikat penjaga pintu langit, jadi setiap pintu langit mempunya penjaga pintu mengikut darjat pintu dan keagungannya.

Dengan demikian, malaikat lah yang menjaga amalan bagi seseorang hamba. Kemudian pencatat ini membawa amal si hamba ke langit dengan kemilau cahaya bak matahari dari satu pintu ke satu pintu lainnya.begitulah seterunya. Seseorang hamba yang mempunyai amalan-amalan yang tidak berguna akan kerugian dan terhina. Setiap pintu ada ukuran tertentu seperti:-



LANGIT PERTAMA
Aku adalah penjaga orang-orang yang suka mengumpat. Aku tidak mengizinkannya untuk sampai ke langit seterusnya.
LANGIT KEDUA
Berhentilah. Aku tidak akan membiarkan amalan orang yang beramal kerana mengharapkan kebaikan dunia.
LANGIT KETIGA
Berhentilah. Aku malaikat penjaga kibr (sombong). Allah memerintahkan aku agar amalan seperti ini tidak boleh melepasi pintuku dan tidak akan sampai ke langit berikutnya.
LANGIT KEEMPAT
Aku adalah malaikat penjaga ujud. Allah memerintahkan kepada ku agar amalan ini tidak mendapat kelulusan aku.
LANGIT KELIMA
Aku malaikat penjaga sifat hasad. Allah memerintahkan aku agar amalan seperti ini tidak mendapat kelulusan aku.
LANGIT KEENAM
Aku malaikat penjaga rahmat. Aku di perintahkan Allah agar amalan ini tidak melepasi ku dan agar tidak sampai ke langit berikutnya.Orang yang beramal tapi tidak mengasihi orang lain
LANGIT KETUJUH
Aku malaikat penjaga sum’at (ingin terkenal). Allah tidak menerima ibadat orang yang riak.           

Selain daripada Allah, malaikat-malaikatnya, rasul-rasul, nabi-nabi dan para wali wajib ditaati, menentangnya bererti kekafiran.  Rujuk kitab Al-Hikam, syarahan 168.  Pengarangnya seorang wali agung, Syeikh Ibnu Atho’illah. 
Firman Allah : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah sebahagian kamu mengungjeng sebahagian yang lain, boleh jadi mereka itu lebih baik daripada mu disisi Tuhanmu.  Apakah kamu suka memakan daging saudaramu yang telah mati?  Tentu kamu merasa jijik..”

Janganlah kerana akibat daripada kebodohanmu dan kejahilanmu tentang kewujudan ilmu Tuhanmu menyebabkan kamu ditimpa azab pada hari yang telah ditetapkan adanya.
Aku memperingat kepadamu supaya jangan memperlekeh-lekehkan atau mengecil-ngecilkan apa yang terhormat disisi Allah, nanti KAMU DISAMBAR AZAB sedang kamu tidak dapat ditolong.





“Wahai manusia, janganlah kamu menyembah sesembahan selain daripada Allah kerana nanti mereka akan memalingkan engkau dari jalan-Nya”

“Dan jikalau kamu mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi nescaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah”


Dan setiap orang ada bintangnya sesuai dengan pembawaan jiwa masing-masing.
Firman Allah :Dan telah kami ciptakan gugusan bintang di langit dan menjadikan terasa indah bagi orang-orang yang memandangnya”.

Rukun Iman 6 Perkara : 1 )  Percaya kepada Allah
                     2 )  Percaya kepada Malaikat-malaikatNya
                     3 )  Percaya kepada rasul-rasulNya
                     4 )  Percaya kepada kitab-kitabNya
                     5 )  Percaya kepada Qador dan QodarNya
                     6 )  Percaya kepada hari kiamat

Disini jelas membuktikan menolak dari mana-mana RUKUN IMAN, KUFUR MURTAD serta merta!!!...  TOK NATI SEMBOH TOKKONG NOK MURTAD!!!...  kerana bukanlah mereka dari orang-orang yang beriman, cukup hanya menolak mana-mana daripada RUKUN IMAN ini.




  
Firman Allah : “Dan jikalau Kami turunkan malaikat dari langit untuk memberi peringatan kepada manusia seluruhnya di bumi nescaya kami jadikan ia berwujud laki-laki dan Kami membuat-buat kesamaran sebagaimana mereka membuat-buat kesamaran”.

Yang memikul Arasy, yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepadanya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang beriman. Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada padamu meliputi segala sesuatu, maka berikanlah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan mu dan peliharakanlah mereka dari azab neraka.

Ya Tuhan kami, masukanlah mereka ke dalam syurga Ad’n yang telah engkau janjikan kepada mereka dan orang yang soleh di antara nenek moyang mereka, isteri-isteri, dan keturunan mereka. Sungguh, Engkau lah yang Maha Perkasa Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari kejahatan pada hari itu, maka sungguh Engkau telah menganugerahkan rahmat kepadanya. Dan demikian itulah kemenangan yang agung.

“Wali-wali Allah itu orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati(tidak sombong) dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka, mereka mengucapkan “SELAMAT””.


SUCI DALAM DEBU



SUCI DALAM DEBU

“ Engkau bagai air yang jernih didalam bekas yang berdebu”.

Peumpamaan kesucian itu ibarat sesuatu yang bersih seperti air yang jernih, dan peumpaman sesuatu kekotoran(dosa atau sebagainya) itu diibaratkan sebagai debu, apabila keduanya disatukan yang nyata hanya debu “kesucian terlindung jua”.

Bak kata pepatah kerana nila setitik rosak susu sebelanga, kebaikkan seribu tahun bisa hilang dengan satu kesalahan atau kesilapan.

“Cinta bukan hanya di mata cinta hadir di dalam jiwa”.

LA YA ZUK WALA YA ARIF siapa melalui dia merasai.

“Biarlah salah dimata mereka”

Berkatalah pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya orang semacam inikah yang diberi anugerah? Kenapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau Malaikat datang bersamanya untuk menberi peringatan mereka hanya mereka-reka.

“Biar perbezaan terlihat antara kita”.

Kami tidak akan menbiarkan kamu seperti mana sekarang ini bercampur baur antara satu dengan yang lain sehinga kami pisahkan antara orang-orang yang kafir dari orang-orang yang beriman, kemudian kami humban mereka ke neraka secara begerombolan,kemudian kami akan meyelamatkan rasu-rasul Kami.

“ku harapkan kau kan terima walau di pandang hina”.

Begitulah sunahtulah yang berlaku kepada rasul-rasul yang diutus dikatanya pesihir,penyair,tukang tenung,tukang bohong, orang gila dan diusirnya dengan ancaman.

“namun hakikat cinta kita,kita yang rasa”.

Hanya orang yang makan gula yang mengetahui manisnya gula, dan hanya orang yang menderita kesakitan yang mengetahui sakitnya.

“Suatu hari nanti pastikan bercahaya pintu akan terbuka kita lankah bersama”.

Apabila datang kemenangan dan menanglah urusan Allah kamu melihat manusia masuk agama Allah bebondong-berbondong.

“bukan hayalan yang aku berikan namun kepastian yang nyata”.

Telah kami turunkan al-Quran yang mengandungi ayat-ayat yang nyata, sebagai bing-bingan untuk orang-orang yang menharapkan Allah dan hari akhirat, apabila orang-orang yang kafir itu tidak menemui sebarang petunjuk didalam al-Quran itu mereka berkata ini cerita orang dahulu kala yang diminta dituliskan lalu dibaca tiap pagi dan petang.

“Kerana cinta lautan berapi pasti akan ku renang jua”

andainya diberikan matahari di tangan kanan ku,bulan ditangan kiri ku,untuk melepas usaha ini niscaya aku tidak akan meningalkannya sehingalah wahyu Allah mengatasi segalanya dan sehingge saya tiada lagi… ALLAH HU AKBAR ... ^_^


Sunday 29 July 2012

KEWAJIPAN SUAMI




Apa saja kewajiban suami, berkaitan dengan berbuat baik pada istri dan kewajiban nafkah, akan diulas secara sederhana dalam tulisan kali ini. Moga dengan mengetahui hal ini pasutri semakin lekat kecintaannya, tidak penuh ego dan semoga hubungan mesta tetap langgeng.

Pertama: Bergaul dengan istri dengan cara yang ma’ruf (baik)

Yang dimaksud di sini adalah bergaul dengan baik, tidak menyakiti, tidak menangguhkan hak istri padahal mampu, serta menampakkan wajah manis dan ceria di hadapan istri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan bergaullah dengan mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
Sebaik-baik kalian adalah yan berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang  paling berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai surat An Nisa’ ayat 19 di atas, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada istri. Berbuat baiklah sebagai engkau suka jika istri kalian bertingkah laku demikian.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 400)
Berbuat ma’ruf adalah kalimat yang sifatnya umum, tercakup di dalamnya seluruh hak istri. Nah, setelah ini akan kami utarakan berbagai bentuk berbuat baik kepada istri. Penjelasan ini diperinci satu demi satu agar lebih diperhatikan para suami.

Kedua: Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal dengan baik
Yang dimaksud nafkah adalah harta yang dikeluarkan oleh suami untuk istri dan anak-anaknya berupa makanana, pakaian, tempat tinggal dan hal lainnya. Nafkah seperti ini adalah kewajiban suami berdasarkan dalil Al Qur’an, hadits, ijma’ dan logika.

Dalil Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Tholaq: 7).
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf” (QS. Al Baqarah: 233).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Bapak dari si anak punya kewajiban dengan cara yang ma’ruf (baik) memberi nafkah pada ibu si anak, termasuk pula dalam hal pakaian. Yang dimaksud dengan cara yang ma’ruf adalah dengan memperhatikan kebiasaan masyarakatnya tanpa bersikap berlebih-lebihan dan tidak pula pelit. Hendaklah ia memberi nafkah sesuai kemampuannya dan yang mudah untuknya, serta bersikap pertengahan dan hemat” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 375).
Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika haji wada’,

فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ. فَإِنْ فَعَلْنَ 
 ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti. Kewajiban kalian bagi istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf” (HR. Muslim no. 1218).

Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ

Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Dari Aisyah, sesungguhnya Hindun binti ‘Utbah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang suami yang pelit. Dia tidak memberi untukku dan anak-anakku nafkah yang mencukupi kecuali jika aku mengambil uangnya tanpa sepengetahuannya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خُذِى مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ

Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan kadar sepatutnya” (HR. Bukhari no. 5364).

Lalu berapa besar nafkah yang menjadi kewajiban suami?
Disebutkan dalam ayat,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 7).
عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ
Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula)” (QS. Al Baqarah: 236).
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hindun,
خُذِى مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan kadar sepatutnya” (HR. Bukhari no. 5364).
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa yang jadi patokan dalam hal nafkah:
  1. Mencukupi istri dan anak dengan baik, ini berbeda tergantung keadaan, tempat dan zaman.
  2. Dilihat dari kemampuan suami, apakah ia termasuk orang yang dilapangkan dalam rizki ataukah tidak.
Termasuk dalam hal nafkah adalah untuk urusan pakaian dan tempat tinggal bagi istri. Patokannya adalah dua hal yang disebutkan di atas.
Mencari nafkah bagi suami adalah suatu kewajiban dan jalan meraih pahala. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah menunaikan tugas yang mulia ini.


Apa saja kewajiban suami, berkaitan dengan berbuat baik pada istri dan kewajiban nafkah, akan diulas secara sederhana dalam tulisan kali ini. Moga dengan mengetahui hal ini pasutri semakin lekat kecintaannya, tidak penuh ego dan semoga hubungan mesta tetap langgeng.

Ketiga: Meluangkan waktu untuk bercanda dengan istri tercinta
Inilah yang dicontohkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang diceritakan oleh istri beliau, ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha,
أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَىَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِى فَقَالَ « هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ ».
Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud no. 2578 dan Ahmad 6: 264. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam masih menyempatkan diri untuk bermain dan bersenda gurau dengan istrinya tercinta.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ ، حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّذِى أَسْأَمُ ، فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ الْحَرِيصَةِ عَلَى اللَّهْوِ
Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menutup-nutupi pandanganku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam Masjid sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda” (HR. Bukhari no. 5236 dan Muslim no. 892). Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda sambil menutup-nutupi pandangan istrinya yang ingin memandang seorang pemuda. Lihatlah candaan beliau dan senda gurau kepada istrinya tercinta! Sebagai suami pernahkah kita seperti itu?


Keempat: Menyempatkan waktu untuk mendengar curhatan istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa duduk dan menyimak curhatan dan cerita ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sampai pun kisah itu panjang. Di antara cerita ‘Aisyah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikisahkan dalam hadits yang lumayan panjang berikut ini.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَلَسَ إِحْدَى عَشْرَةَ امْرَأَةً فَتَعَاهَدْنَ وَتَعَاقَدْنَ أَنْ لاَ يَكْتُمْنَ مِنْ أَخْبَارِ أَزْوَاجِهِنَّ شَيْئًا
Sebelas orang wanita berkumpul lalu mereka berjanji dan bersepakat untuk tidak menyembunyikan sedikit pun cerita tentang suami mereka.
قَالَتِ الأُوْلَى زَوْجِي لَحْمُ جَمَلٍ غَثٍّ عَلَى رَأْسِ جَبَلٍ لاَ سَهْلَ فَيُرْتَقَى وَلاَ سَمِيْنَ فَيُنْتَقَلُ
Wanita pertama berkisah, “Sesungguhnya suamiku adalah daging unta yang kurus yang berada di atas puncak gunung yang tanahnya berlumpur yang tidak mudah untuk didaki  dan dagingnya juga tidak gemuk untuk diambil.
[Maksud perkataan di atas: Si wanita memisalkan suaminya dengan daging yang kurus, sedikit dagingnya. Lalu daging tersebut diletakkan di atas gunung yang terjal yang sulit didaki. Daging unta berbeda dengan daging domba atau kambing yang terasa lebih enak. Artinya, si istri ingin menyatakan sulitnya bergaul dengan suaminya. Ia tidak mengerti bagaimana cara yang baik untuk berbicara dengan suaminya karena suaminya buruk perangainya. Sudah dengan usaha keras, si istri ingin berhubungan baik dengan suaminya, ia tidak bisa meraih dan bersenang-senang dengannya.]
قَالَتْ الثَانِيَةُ زَوْجِي لاَ أَبُثُّ خَبَرَهُ إِنِّي أَخَافُ أَنْ لاَ أَذَرَهُ إِنْ أَذْكُرْهُ أَذْكُرْ عُجَرَهُ وَبُجَرَهُ
Wanita kedua berkisah, “Mengenai suamiku, aku tidak akan menceritakannya karena jika aku berkisah tentangnya aku khawatir aku (tidak mampu) meninggalkannya. Jika aku menyebutkan tentangnya maka aku akan menyebutkan urat-uratnya yang muncul di tubuhnya dan juga perutnya”.
[Maksud perkataan di atas: Ia mengisyaratkan bahwa suaminya itu penuh dengan ‘aib. Jika diceritakan, ia khawatir tidak akan ada ujungnya kisah tentang suaminya karena saking banyaknya ‘aib suaminya. Jika aibnya disebut maka akan nampak aib luar seperti urat di badan dan dalam tubuhnya seperti urat di perut. Ada pula yang menafsirkan, jika si istri menceritakan aib suaminya, maka ia khawatir akan berpisah darinya. Karena jika sampai ketahuan, suaminya akan menceraikannya dan ia khawatir karena masih ada anak dan hubungan dengan suaminya.]
قَالَتْ الثَّالِثَةُ زَوْجِي الْعَشَنَّقُ إِنْ أَنْطِقْ أُطَلَّقْ وَإِنْ أَسْكُتْ أُعَلَّقْ
Wanita ketiga berkisah, “Suamiku tinggi, jika aku berucap maka aku akan dicerai, dan jika aku diam maka aku akan tergantung”.
[Maksud perkataan di atas: Ia memaksudkan suaminya adalah suami yang berperangai buruk atau ada yang mengatakan bahwa suaminya itu egois (mementingkan diri sendiri). Ia mengetahui jika ia mengeluh kepada suaminya maka sang suami langsung menceraikannya. Namun jika ia berdiam diri maka ia akan tersiksa karena seperti wanita yang tidak bersuami padahal ia bersuami.]
قَالَتِ الرَّابِعَةُ زَوْجِي كَلَيْلِ تِهَامَةَ لاَ حَرَّ وَلاَ قَرَّ وَلاَ مَخَافَةَ وَلاَ سَآمَةَ
Wanita keempat berkisah, “Suamiku seperti malam di Tihamah, tidak panas dan tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak ada rasa bosan”.
[Maksud perkataan di atas: Tihamah adalah suatu daerah yang ma’ruf. Malam di sana seimbang (tidak panas dan tidak dingin), cuacanya bagus dan bersahabat. Jadi si wanita menyifati suaminya yang pelembut dan berperangai baik. Si wanita selalu tentram, tidak penuh kekhawatiran ketika berada di sisi suaminya. Suaminya tidak ada rasa bosan dengannya. Istrinya merasakan keadaannya di sisi suaminya seperti keadaan penduduk Tihamah, suaminya menikmati hubungan dengannya seperti kenikmatan di Tihamah yang tidak panas dan tidak dingin serta dalam cuaca yang bersahabat.]
قَالَتِ الْخَامِسَةُ زَوْجِي إِنْ دَخَلَ فَهِدَ وَإِنْ خَرَجَ أَسِدَ وَلاَ يَسْأَلُ عَمَّا عَهِدَ
Wanita kelima berkisah, “Suamiku jika masuk rumah seperti macan dan jika keluar maka seperti singa dan tidak bertanya apa yang telah diperbuatnya (yang didapatinya)”.
[Maksud perkataan di atas: Cerita si wanita bisa jadi sebuah pujian, bisa jadi suatu celaan. Apabila yang dimaksud adalah pujian, maka ada beberapa tafsiran. Tafsiran pertama, suaminya disifatkan seperti macan karena biasa menundukkan dan menjima’ istrinya. Aritnya, istrinya begitu disayangi sampai si suami tidak kuat tatkala memandangnya. Jika keluar dari rumah, ia adalah seorang yang gagah seperti singa. Jika datang, ia biasa membawa makanan, minuman dan pakaian, jangan ditanya di mana ia memperolehnya. Tafsiran kedua, masih sebagai pujian. Jika ia memasuki rumah, seperti macan, yaitu ia tidak pernah mengomentari apa yang terjadi di rumah, adakah yang cacat, dan tidak banyak komentar. Jika ia keluar dari rumah, ia begitu perkasa seperti singa. Ia tidak banyak bertanya apa yang terjadi. Maksudnya adalah si suami begitu bergaul dengan istri meskipun ia melihat kekurangan yang nampak pada istrinya.
Adapun jika maksud perkataan si wanita adalah celaan, dapat ditafsirkan ia mensifati suaminya ketika suaminya masuk ke dalam rumah seperti macan, yaitu bersikap kasar, tidak ada muqoddimah atau ancang-ancang sebelum hubungan intim. Juga ia memaksudkan bahwa suaminya memiliki perangai buruk, sering menyiksa dan memukulnya tanpa bertanya padanya. Jika suaminya keluar dan istrinya dalam keadaan sakit lalu ia kembali, tidak ada perhatiannya padanya dan anak-anaknya.]
قَالَتِ السَّادِسَةُ زَوْجِي إِنْ أَكَلَ لَفَّ وَإِنْ شَرِبَ اشْتَفَّ وَإِنِ اضْطَجَعَ الْتَفَّ وَلاَ يُوْلِجُ الْكَفَّ لِيَعْلَمَ الْبَثَّ
Wanita keenam berkisah, “Suamiku jika makan maka banyak menunya dan tidak ada sisanya, jika minum maka tidak tersisa, jika berbaring maka tidur sendiri sambil berselimutan, dan tidak mengulurkan tangannya untuk mengetahui kondisiku yang sedih”.
[Maksud perkataan di atas: Ia mensifati suaminya yang biasa menyantap makanan apa saja dan banyak minum. Jika ia tidur, ia sering menjauh dari istrinya dan tidur sendirian. Ia pun tidak berusaha mengetahui keadaan istrinya yang sedih. Intinya, ia menyifati suaminya dengan banyak makan dan minum, serta sedikit jima’ (berhubungan intim). Ini menunjukkan celaan.]
قَالَتِ السَّابِعَةُ زَوْجِي غَيَايَاءُ أَوْ عَيَايَاءُ طَبَاقَاءُ كُلُّ دَاءٍ لَهُ دَاءٌ شَجَّكِ أَوْ فَلَّكِ أَوْ جَمَعَ كُلاًّ لَكِ
Wanita ketujuh berkisah, “Suamiku bodoh yang tidak pandai berjimak, semua penyakit (aib) dia miliki, dia melukai kepalamu, melukai badanmu, atau mengumpulkan seluruhnya untukmu”.
[Maksud perkataan di atas: Ia menjelaskan bahwa suaminya tidak kuat berhubungan intim dengan istrinya. Jika ia berbicara, ia biasa menyakiti kepala. Jika ia berhubungan intim, ia biasa memukul kepala dan melukai jasad.]
قَالَتِ الثَّامِنَةُ زَوْجِي الْمَسُّ مَسُّ أَرْنَبَ وَالرِّيْحُ رِيْحُ زَرْنَبَ
Wanita kedelapan berkisah, “Suamiku sentuhannya seperti sentuhan kelinci dan baunya seperti bau zarnab (tumbuhan yang baunya harum)”.
[Maksud perkataan di atas: Suaminya selalu bersikap lemah lembut dan bersikap baik pada istrinya.]
قَالَتِ التَّاسِعَةُ زَوْجِي رَفِيْعُ الْعِمَادِ طَوِيْلُ النِّجَادِ عَظِيْمُ الرَّمَادِ قَرِيْبُ الْبَيْتِ مِنَ النَادِ
Wanita kesembilan berkisah, “Suamiku tinggi tiang rumahnya, panjang sarung pedangnya, banyak abunya, dan rumahnya dekat dengan bangsal (tempat pertemuan)”.
[Maksud perkataan di atas: Suaminya itu termasuk orang terpandang, banyak tamu yang mengunjunginya sehingga ia pun biasa menyembelih hewan untuk menyambut tamunya. Ia pun dianggap mulia oleh keluarganya. Suamiya pun biasa didatangi oleh orang-orang yang ingin curhat berbagai masalah dan persoalan mereka. Ia terkenal dengan sifatnya yang mulia, orang yang terpandangan, berakhlak mulia dan memiliki pergaulan yang baik dengan sesama]
قَالَتِ الْعَاشِرَةُ زَوْجِي مَالِكٌ وَمَا مَالِكٌ؟ مَاِلكُ خَيْر مِنْ ذَلِكَ لَهُ إِبِلٌ كَثِيْرَاتُ الْمَبَارِكِ قَلِيْلاَتُ الْمَسَارِحِ، وَإِذَا سَمِعْنَ صَوْتَ الْمُزْهِرِ أَيْقَنَّ أَنَهُنَّ هَوَالِكُ
Wanita kesepuluh berkisah, “Suamiku (namanya) adalah Malik, dan siapakah gerangan si Malik?  Malik  adalah lebih baik dari pujian yang disebutkan tentangnya. Ia memiliki unta yang banyak kandangnya dan sedikit tempat gembalanya, dan jika unta-unta tersebut mendengar kayu dari tukang jagal maka unta-unta tersebut yakin bahwa mereka akan disembelih.”
[Maksud perkataan di atas: Suaminya memiliki banyak unta sebagai persiapan untuk menyambut tamu. Artinya, suaminya memiliki akhlak mulia, ia sering memuliakan para tamu dengan pemuliaan yang luar biasa].
قَالَتِ الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ زَوْجِي أَبُوْ زَرْعٍ فَمَا أَبُوْ زَرْعٍ؟ أَنَاسَ مِنْ حُلِيٍّ أُذُنَيَّ وَمَلَأَ مِنْ شَحْمِ عَضُدَيَّ وَبَجَّحَنِي فَبَجَحْتُ إِلَى نَفْسِي

Wanita kesebelas berkisah, “Suamiku adalah Abu Zar’. Siapa gerangan Abu Zar’? Dialah yang telah memberatkan telingaku dengan perhiasan dan telah memenuhi lemak di lengan atas tanganku dan menyenangkan aku, maka aku pun gembira.”
[Maksud perkataan di atas: Maksudnya yaitu suaminya Abu Zar’ memberikannya perhiasan yang banyak dan memperhatikan dirinya serta menjadikan tubuhnya padat (montok). Karena jika lengan atasnya padat maka tandanya tubuhnya semuanya padat. Hal ini menjadikannya gembira. Merupakan sifat suami yang baik adalah menghiasi dan mempercantik istrinya dengan perhiasan dan memberikan kepada istrinya makanan pilihan. Sesungguhnya hal ini menjadikan sang istri menjadi sangat mencintai suaminya karena merasakan perhatian suaminya dan sayangnya suaminya kepadanya. Para wanita sangat suka kepada perhiasan emas, dan ini merupakan hadiah yang paling baik yang diberikan kepada wanita. Tubuh yang berisi padat (tidak kurus dan tidak gemuk) merupakan sifat kecantikan seorang wanita.]
. وَجَدَنِي فِي أَهْلِ غُنَيْمَةٍ بِشِقٍ فَجَعَلَنِي فِي أَهْلِ صَهِيْلٍ وَأَطِيْطٍ وَدَائِسٍ وَمَنَقٍ، فَعِنْدَهُ أَقُوْلُ فَلاَ أُقَبَّحُ وَأَرْقُدُ فَأَتَصَبَّحُ وَأَشْرَبُ فَأَتَقَنَّحُ
Ia mendapatiku pada peternak kambing-kambing kecil dalam kehidupan yang sulit, lalu ia pun menjadikan aku di tempat para pemilik kuda dan unta, penghalus makanan dan suara-suara hewan ternak. Di sisinya aku berbicara dan aku tidak dijelek-jelekan, aku dibiarkan tidur di pagi hari, aku minum hingga aku puas dan tidak pingin minum lagi.
[Maksud perkataan di atas: Maksudnya yaitu Abu Zar’ mendapatinya dari keluarga yang menggembalakan kambing-kambing kecil yang menunjukan keluarga tersebut kurang mampu dan menjalani hidup dengan susah payah. Lalu Abu Zar’ memindahkannya ke kehidupan keluarga yang mewah yang makanan mereka adalah makanan pilihan yang dihaluskan. Mereka memiliki kuda-kuda dan onta-onta serta hewan-hewan ternak lainnya. Jika ia berbicara di hadapan suaminya maka suaminya Abu Zar’ tidak pernah membantahnya dan tidak pernah menghinakan atau menjelekkannya karena mulianya suaminya tersebut dan sayangnya pada dirinya. Ia tidur di pagi hari dan tidak dibangunkan karena sudah ada pembantu yang mengurus urusan rumah. Ia minum hingga puas sekali dan tidak ingin minum lagi yaitu suaminya telah memberikannya berbagai macam minuman seperti susu, jus anggur, dan yang lainnya. Merupakan sifat suami yang baik adalah membantu istrinya diantaranya dengan mendatangkan pembantu yang bisa membantu tugas-tugas rumah tangga istrinya.]
. أُمُّ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا أُمُّ أَبِي زَرْعٍ ؟ عُكُوْمُهَا رِدَاحٌ وَبَيْتُهَا فَسَاحٌ
ابْنُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا ابْنُ أَبِي زَرْعٍ؟ مَضْجَعُهُ كَمَسَلِّ شَطْبَةٍ وَيُشْبِعُهُ ذِرَاعُ الْجَفْرَةِ بِنْتُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا بِنْتُ أَبِي زَرْعٍ؟ طُوْعُ أَبِيْهَا وَطُوْعُ أُمِّهَا وَمِلْءُ كِسَائِهَا وَغَيْظُ جَارَتِهَا جَارِيَةُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا جَارِيَةُ أَبِي زَرْعٍ؟ لاَ تَبُثُّ حَدِيْثَنَا تَبْثِيْثًا وَلاَ تُنَقِّثُ مِيْرَتَنَا تَنْقِيْثًا وَلاَ تَمْلَأُ بَيْتَنَا تَعْشِيْشًا
Ibu Abu Zar’. Siapakah gerangan Ibu Abu Zar’?, yang mengumpulkan perabotan rumah, dan memiliki rumah yang luas.
[Maksud perkataan di atas: Ibu suaminya adalah wanita yang kaya raya yang memiliki banyak perabot rumah tangga didukung dengan rumahnya yang besar dan luas. Hal ini menunjukan bahwa sang ibu adalah orang yang sangat baik yang selalu memuliakan tamu-tamunya. Di antara sifat istri yang sholehah hendaknya ia menghormati ibu suaminya dan memahami bahwa ibu suaminyalah yang telah melahirkan suaminya yang telah banyak berbuat baik kepadanya. Kemudian hendaknya tidak ada permusuhan antara seorang istri yang sholehah dan ibu suaminya. Dan sesungguhnya tidak perlu adanya permusuhan karena pada hakekatnya tidak ada motivasi yang mendorong pada hal itu jika keduanya menyadari bahwa masing-masing memiliki hak-hak khusus yang berbeda yang harus ditunaikan oleh sang suami.]
ابْنُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا ابْنُ أَبِي زَرْعٍ؟ مَضْجَعُهُ كَمَسَلِّ شَطْبَةٍ وَيُشْبِعُهُ ذِرَاعُ الْجَفْرَةِ
Putra Abu Zar’, siapakah gerangan dia? Tempat tidurnya adalah pedang yang terhunus keluar dari sarungnya, ia sudah kenyang jika memakan lengan anak kambing betina.
[Maksud perkataan di atas: Putra suaminya adalah anak yang gagah dan tampan serta pemberani, tidak gemuk karena sedikit makannya, tidak kaku dan lembut, namun sering membawa alat perang dan gagah tatkala berperang.]
بِنْتُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا بِنْتُ أَبِي زَرْعٍ؟ طُوْعُ أَبِيْهَا وَطُوْعُ أُمِّهَا وَمِلْءُ كِسَائِهَا وَغَيْظُ جَارَتِهَا
Putri Abu Zar’, siapakah gerangan dia? Taat kepada ayahnya dan ibunya, tubuhnya segar montok, membuat madunya marah kepadanya.
[Maksud perkataan di atas: Ia adalah seorang putri yang berbakti kepada kedua orang tuanya sehingga menjadikannya adalah buah hati kedua orangtuanya. Ia seorang putri yang cantik dan disenangi suaminya hingga menjadikan istri suaminya yang lain cemburu dan marah kepadanya karena kecantikannya tersebut.]
جَارِيَةُ أَبِي زَرْعٍ، فَمَا جَارِيَةُ أَبِي زَرْعٍ؟ لاَ تَبُثُّ حَدِيْثَنَا تَبْثِيْثًا وَلاَ تُنَقِّثُ مِيْرَتَنَا تَنْقِيْثًا وَلاَ تَمْلَأُ بَيْتَنَا تَعْشِيْشًا
Budak wanita Abu Zar’, siapakah gerangan dia? Ia menyembunyikan rahasia-rahasia kami dan tidak menyebarkannya, tidak merusak makanan yang kami datangkan dan tidak membawa lari makanan tersebut, serta tidak mengumpulkan kotoran di rumah kami.
[Maksud perkataan di atas: Budak wanita tersebut adalah orang yang terpercaya bisa menjaga rahasia dan amanah. Seluruh kejadian atau pembicaraan yang terjadi di dalam rumah tidak tersebar keluar rumah. Ia sangat jauh dari sifat khianat dan sifat mencuri. Dia juga pandai menjaga diri sehingga jauh dari tuduhan tuduhan sehingga ia tidak membawa kotoran (tuduhan-tuduhan jelek) dalam rumah kami.]
قَالَتْ خَرَجَ أَبُو زَرْعٍ وَالأَوْطَابُ تُمَخَّضُ فَلَقِيَ امْرَأَةً مَعَهَا وَلَدَانِ لَهَا كَالْفَهْدَيْنِ يَلْعَبَانِ مِنْ تَحْتِ خِصْرِهَا بِرُمَّانَتَيْنِ فَطَلَّقَنِي وَنَكَحَهَا
Keluarlah Abu Zar’ pada saat tempat-tempat dituangkannya susu sedang digoyang-goyang  agar keluar sari susunya, maka ia pun bertemu dengan seorang wanita bersama dua orang anaknya seperti dua ekor macan. Mereka berdua sedang bermain di dekatnya dengan dua buah delima. Maka iapun lalu menceraikanku dan menikahi wanita tersebut.
[Maksud perkataan di atas: Abu Zar’ suatu saat keluar di pagi hari pada waktu para pembantu dan para budak sedang sibuk bekerja dan diantara mereka ada yang sedang menggoyang-goyangkan (mengocok-ngocok) susu agar keluar sari susu tersebut. Kemudian ia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki dua orang anak yang menunjukan bahwa wanita tersebut adalah wanita yang subur. Hal ini merupakan sebab tertariknya Abu Zar’ untuk menikahi wanita tersebut, karena orang Arab senang dengan wanita yang subur untuk memperbanyak keturunan. Dan sang wanita memiliki dua anak yang masih kecil-kecil yang menunjukan bahwa wanita tersebut masih muda belia. Akhirnya Abu Zar’pun menikahi wanita tersebut dan mencerai Ummu Zar’]
فَنَكَحْتُ بَعْدَهُ رَجُلاً سَرِيًا رَكِبَ شَرِيًّا وَأَخَذَ خَطِّيًّا وَأَرَاحَ عَلَيَّ نَعَمًا ثَرِيًا وَأَعْطَانِي مِنْ كُلِّ رَائِحَةٍ زَوْجًا وَقَالَ كُلِي أُمَّ زَرْعٍ وَمِيْرِي أَهْلَكِ قَالَتْ فَلَوْ جَمَعْتُ كُلَّ شَيْءٍ أَعْطَانِيْهِ مَا بَلَغَ أَصْغَرَ آنِيَةِ أَبِي زَرْعٍ
Setelah itu aku pun menikahi seoerang pria yang terkemuka yang menunggang kuda pilihan balap. Ia mengambil tombak khotthi  lalu  membawa tombak tersebut untuk berperang dan membawa ghonimah berupa onta yang banyak sekali. Ia memberiku sepasang hewan dari hewan-hewan yang disembelih dan berkata, “Makanlah wahai Ummu Zar’ dan berkunjunglah ke keluargamu dengan membawa makanan”. Kalau seandainya aku mengumpulkan semua yang diberikan olehnya maka tidak akan mencapai belanga terkecil Abu Zar’.
[Maksud perkataan di atas: Ummu Zar’ setelah itu menikahi seorang pria yang gagah perkasa yang sangat baik kepadanya hingga memberikannya  makanan yang banyak, demikian juga pemberian-pemberian yang lain, bahkan ia memerintahkannya untuk membawa pemberian-pemberian tersebut kepada keluarga Ummu Zar’. Namun meskipun demikian Ummu Zar’ kurang merasa bahagia dan selalu ingat kepada Abu Zar’.
Yang membedakan antara Abu Zar’ dan suaminya yang kedua adalah Abu Zar’ selalu berusaha mengambil hati istrinya, ia tidak hanya memenuhi kebutuhan istrinya akan tetapi kelembutannya dan kasih sayangnyalah yang telah memikat hati istrtinya. Ditambah lagi Abu Zar’ adalah suami pertama dari sang wanita.]
قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ لَكِ كَأِبي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ
‘Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku bagimu seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’.
Dalam riwayat lain Aisyah berkata
يَا رَسُوْلَ اللهِ بَلْ أَنْتَ خَيْرٌ إِلَيَّ مِنْ أَبِي زَرْعٍ
Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar’” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5: 358, no. 9139)
Kisah yang panjang di atas menunjukkan tipe-tipe suami, ada yang berakhlak mulia yang patut kita tiru dan ada yang perangangainya buruk yang harus kita jauhi.
Kisah ini juga menunjukan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang selalu sayang dan perhatian kepada Aisyah. Berbeda dengan sebagian suami yang kasih sayangnya kepada istrinya hanya pada waktu-waktu tertentu saja, dan pada waktu-waktu yang lain tidak demikian. Kisah ini juga mengandung pelajaran bahwa sebaiknya suami berusaha untuk memperhatikan dan menyimak curhatan istrinya, meskipun agak lama seperti dalam kisah ini.
Demikian ulasan kita pada hari ini. Masih ada beberapa kewajiban suami  yang belum penulis ulas. Moga bisa diteruskan dalam kesempatan yang lain.
Semoga Allah memudahkan kita menjadi suami idaman, penuh kelembutan, penuh kasih sayang dan amat perhatian pada istri. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.